Rabu, 20 Februari 2013

alat kohesi

ALAT KOHESI (PERTALIAN BENTUK)


Makalah ini di susun atau dibuat  untuk tugas yang mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia yang diampu oleh dosen Ainiyah Ekowati, Spd.





FKIP UNPAK
 










Disusun oleh:
Amelia Riska Pratiwi
Fiyora Putri Octaviani
Haris Budiansyah
Laela Nurfalina
Puspa Rini Wijayanti






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDKAN
UNIVERSITAS PAKUAN
2012
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadiran Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul ”Alat Kohesi (pertalian bentuk)”. Makalah ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Wacana Bahasa Indonesia.
Proses penyusunan makalah ini melibatkan beberapa pihak yang terkait untuk itu kami mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang di berikan dengan tulus, terutama kepada :
1. Orang Tua kami yang memberikan dukungan sepenuhnya.
2. Bapak Ainiyah Ekowati, Spd. yang membimbing kami sepenuhnya.
Demikianlah makalah ini semoga bermanfaat.






Bogor, 24 November 2012

Penyusun












i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

BAB I       PENDAHULUAN.................................................................................
1.      LATAR BELAKANG...................................................................... 1
2.      TUJUAN........................................................................................... 1

BAB II      PEMABAHASAN.......................................................................
                  1.   Alat Kohesi........................................................................................ 2
2.   Alat Kohesi Gramatikal .................................................................... 3
      2.1   Referensi Endoforis dan Eksoforis............................................ 3                2.1.1 Pengacuan Endoforis                3
                          a. Pengauan Anaforis .................................................... 4
                          b. Pengacuan Kataforis ................................................. 5
              2.1.2  Pengacuan Eksaforis.............................................. .......... 5
2.2 Konjungsi ........................................................................ .......... 5   
      2.3 Substitusi .................................................................................... 6
      2.4 Pelepasan .......................................................................... .......... 6
3.   Alat Kohesi Leksikal ........................................................................ 7
      3.1 Reiterasi (pengulangan)..................................................... .......... 7
           3.1.1 Repitisi/ Ulangan Penuh ........................................... .......... 7
           3.1.2 Ulangan dalam Bentuk Lain .................................... .......... 8
           3.1.3 Ulangan dengan Penggantian ................................... .......... 8
           3.1.4 Ulangan dengan Hiponim ........................................ .......... 8
3.2 Kolokasi ...........................................................................            9
BAB III          PENUTUP.................................................................................. .....            
KESIMPULAN..............................................................................          10 

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................


ii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

          Salah satu pembangun wacana adalah kohesi. Wacana tanpa kohesi bagaikan keberadaan suatu teks yang tidak memiliki suatu kekuatan. Kohesi juga merupakan konsep makna yang mengacu pada hubungan makna yang terdapat dalam sebuah teks. Hubungan makna di dalam teks itu demikian eratnya sehingga menimbulkan perpaduan yang kokoh. Karena suatu teks dapat dikatakan wacana apabila memiliki sebuah makna.
Sebuah wacana merupakan suatu jalinan atau penyatuan bagian-bagian wacana sehingga menjadi satu wacana utuh. Jalinan unsur-unsur wacana itu dapat berupa oleh alat-alat kohesi yang mencakupi: referensial, substitusi, elipsis, konjungsi, dan leksikal. Alat-alat kohesi yang menandai hubungan kohesif suatu wacana memiliki perangkat-perangkat

2. Tujuan
           
          Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami Alat Kohesi (pertalian bentuk).
              













1
BAB II
PEMBAHASAN

1.             Alat kohesi
Sebuah wacana yang utuh harus harus memiliki aspek yang lengkap, padu, dan
menyatu. Aspek itu antara lain, kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Keutuhan wacana juga harus didukung oleh konteks terjadinyawacan itu. Dapat dikatakan bahwa keutuhan wacana terjadi karena adanya keterkaitan antara teks (bahasa) dan konteksnya. Itulah yang menjadi aspek utama wacana.
            Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa aspek keutuhan wacana terdiri atas kohesi dan koherensi. Aspek kohesi meliputi leksikal, gramatikal, fonologis, sedangkan koherensi mencakup semantik dan topikalisasi.

2.             Alat Kohesi Gramatikal

Untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, kalimat-kalimat pendukung wacana harus kohesif (Moeliono et al. 1988: 34). Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah unsur-unsur di dalam wacana dapat diinterpretasikan sesuai dengan unsur lain. Hubungan kohesif sering ditandai oleh kehadiran penanda khusus yang bersifat formal bahasa (lingual formal).
Koheresi merupakan kepaduan bentuk (bahasa), yang secara struktural membentuk ikatan sintaksis. Kohesi dapat dibagi menjadi Kohesi gramatikal yang terdiri atas referensi (reference), substitusi (substitution), elipsis (ellipsis), dan konjungsi (conjuntion), dan kohesi leksikal terdiri atas reiterasi (reiteration), dan kolokasi (collacation) (Halliday dan Hassan, 1974: 4, 21).
Pada dasarnya, kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun sebuah wacana memiliki keterkaitan sintaksis (bentuk) secara padu dan utuh. Kohesi termasuk kelompok unsur internal struktur wacana (menjadi bagian dari aspek formal atau aspek bahasa dari wacana itu), sedangkan koherensi termasuk kelompok unsur eksternal struktur wacana. Oleh karena itu, oragnisasi


2
dan struktur wacana bersifat sintaksis-gramatikal.

2.1         Referensi Endoforis dan Eksoforis

Pengacuan (referensi) terdiri atas pengacuan endoforis dan pengacuan eksoforis. Pengacuan endoforis (relasinya ada di dalam teks) terdiri atas pengacuan anaforis, dan penacuan kataforis, sedangkan pengacuan eksoforis (relasinya ada di luar teks) bergantung pada konteks situasional.

2.1.1      Pengacuan Endoforis
     Pengacuan endoforis adalah pengacuan dalam teks atau pengacuan pada referen yang ada di dala teks. Yang diguanakan Sebagai alat pengacu pada pengacuan endoforis ialah pronomina persona, pronomina demonstratif, ataupun komparatif.

a.      Pengacuan Anaforis

          Pengacuan anaforis adalah pengacuan yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu terhadap satuan lingual yang lain yang mendahuluinya, atau mengacu terhadap anteseden sebelah kiri, atau mengacu terhadap unsur yang telah disebut terdahulu. Penggalan wacana (1) berikut merupakan wacana tulis yang mengandung referensi endofora anaforis. Berikut data dan analisisnya.

(1)   Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dispertanhut) Purbalingga Ir. Lily Purwati yang menghadiri penyerahan bantuan benih di desa Langgar Kecamatan Kejobong merasa sangat gembira.”Saya begitu gembira, ternyata pengurus-pengurusnya muda-muda. Ini cukup bagus untuk regenerasi petani,”

Pada pengalan wacana (1) terdapat pronomina persona pertama tunggal ‘saya’ secara anaforis. Wujud penanda referensial saya mengacu terhadap anteseden ‘Ir. Lily Purwati’ yang terletak di sebelah kiri atau kalimat sebelumnya. Penggunaan pronomina saya



3
dimaksudkan untuk mempersonakan orang pertama tunggal atau orang yang melakukan
tuturan tersebut (Ir. Lily Purwati), sehingga kesan komunikatifnya dapat lebih ditangkap oleh pembaca. Unsur ‘saya’ merujuk silang pada unsur di dalam wacana, bersifat endofora karena di dalam wacana tersebut didapatkan unsur yang merujuk silang pada ‘saya’ sebagai pronomina persona pertama tunggal. 

b.     Pengacuan Kataforis

Penagcuan kataforis merupakan pengacuan yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lain yang mengikutinya, atau mengacu terhadap anteseden di sebelah kanan, atau mengacu terhadap unsur yang baru disebutkan kemudian. Penggalan wacana (2) berikut merupakan wacana tulis yang mengandung referensi endofora kataforis. Berikut data dan analisisnya.

(2)   “Saya mendukung sepenuhnya perjuangan PSCS untuk menjadi juara. Memang, saya tidak bisa menonton langsung tiap pertandingan, tapi sebagai warga Cilacap saya pasti ikut senang kalau PSCS bisa berkiprah di tingkat nasional dan menjadi juara,” kata Akhmad warga desa Mulyasari Kabupaten Cilacap.

Pada pengalan wacana dialog (2) terdapat pronomina persona tunggal ‘saya’ yang mengacu pada unsur lain yang berada di dalam tuturan (teks) yang disebutkan sesudahnya. Berdasarkan ciri-ciri yang terdapat dalam tuturan (2), saya merupakan wujud dari penanda referensial endofora (acuannya berada di dala teks), yang bersifat kataforis (acuannya disebutkan sesudahnya atau antesedennya berada disebelah kanan) melalui satuan lingual berupa pronomina persona pertama tunggal. Wujud penanda referensial saya mengacu terhadap anteseden ‘Akhmad’ yang terletak di sebelah kanan yaitu orang yang menuturkan tuturan tersebut.





4
2.1.2      Pengacuan Eksoforis
Pengacuan Eksoforis adalah relasi pengacuan yang acuannya berada atau terdapat

di luar bahasa (ekstratektual). Dengan kata lain, anteseden yang diacu berada di luar bahasa. Penggalan wacana (3) berikut ini merupakan wacana tulis yang menganduang Pengacuan Eksoforis.

(3)   Jika Anda berkunjung ke salah satu kedai di Jalan Mawar Cilacap, maka Anda akan melihat beberapa anak muda yang sedang nongkrong.

Penanda referensial ‘Anda’, mengacu terhadap pembaca wacana. Pembaca merupakan acuan yang berada di luar bahasa (ekstratektual). Berdasarkan ciri-ciri seperti yang disebutkan maka Anda dalam tuturan (3) merupakan pengacuan eksofora (acuannya berada di luar teks). Unsur ‘Anda’ merujuk silang pada unsur di luar konteks bahasa, bersifat eksofora karena di dalam wacana tersebut tidak didapatkan unsur yang dirujuk silang oleh ‘Anda’ sebagai pronomina persona kedua tunggal.

2.2     Konjungsi
          Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi untuk menyambung, merangkai, atau menghuungkan kata dengan kata, frasa dengan frasa klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya (Kridalaksana, 1984: 105). Konjungsi disebut juga sarana perangkai unsur wacana. Konjungsi amat mudah dikenali karena menjadi pemarkah formal. Beberapa jenis konjungsi, antara lain konjungsi adversatif (misalnya: namun, tetapi), konjungsi kausal (misalnya sebab, karena), konjungsi korelatif (misalnya: apalagi, demikian juag), konjungsi subordinatif (misalnya: meskipun, kalau), dan konjungsi temporal (misalnya: sebelumnya, sesudahnya, lalu, kemudian). Perhatikan pemakaian konjungsi berikut ini.
                 4).   “Badannya masih lelah, tetapi ia tetap saja pergi bekerja. Hari ini harus pekerjaannya selesai. Ia malu sebab pekerjaan itu sudah tertunda lebih dari satu minggu.”



5
Konjungsi adversatif tetapi (pada klausa kedua) dan konjungsi kausal sebab (pada kalimat
tiga) berfungsi sebagai penghubung bagian kalimat itu dengan bagian kalimat sebelumnya.

2.3   Substitusi
          Substitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar. Penggantian itu dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau untk menjelaskan struktur tertentu (Kridalaksana, 1984: 100). Substitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Perhatikan contoh berikut.
5)         Rasa hormat dan ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Bapak A dan Bapak B yang telah rela menolong saya ketika dalam kesulitan. Atas bantuan beliau berdua (Bapak berdua), saya dapat menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik.
          Frasa beliau berdua (Bapak berdua) pada kalimat itu merupakan bentuk ysng menggantikan unsur lain yang telah disebutkan, yaitu Bapak A dan Bapak B.


2.4     Pelepasan (Elipsis)
      Pelepasan atau penghilangan (ellipsis) adalah proses melepaskan kata atau satuan kebahasaan lainnya. Bentuk atau unsur yang dilepaskan itu dapat diperkirakan wujudnya, melalui konteks bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana, 1984: 40). Elipsis juga merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada, tetapi sengaja dihilangkan atau dilepaskan. Tujuan pengguanaan elipsis, antara lain, ialah untuk memperoleh kepastian berbahasa, yaitu agar bahasa yang digunakan lebih singkat, padat, dan dapat dimengerti dengan cepat. Jadi, elipsis diguanakan untuk efektivitas dan efesiensi berbahasa.
          Bagian kalimat yang sering dilepaskanialah subjek atau predikat (Fokker, 1988: 88). Elipsis diguanakan dengan mengandaikan bahwa pembaca atau pendengar sudah




6
mengetahui sesuatu meskipun sesuatu itu dituliskan secara eksplisit. Berikut ini contoh pengguanaan elipsis.
                 6) Ya, Allah, terima kasih Engkau telah memberiku lebih dari apa yang aku minta. Engkau kuatkan dan sabarkan Aku ketika (Aku ) dalam kesulitan sehingga aku dapat mengatasinya. Terima kasih, ya, Allah atas ...”
          Kalimat ketiga, ”Terima kasih. Ya, Allah ...” merupakan kalimat elipsis. Kalimat itu muncul karena penulis itu yakin bahwa Allah telah memberinya lebih dari apa yang dimintanya, telah memberinya kekuatan dan kesabaran kepadanya. Unsur yang dilepaskan ialah subjek dan predikat.

3.             Alat Kohesi Leksikal
Secara umum alat kohesi leksikal berupa kata atau frase bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif antara kaliamt yang mendahului dengan kalimat yang mengikuti Menurut Rantel (1986: 268-289), alat kohesi leksikal terdiri atas dua macam. Pertama, reiterasi (pengulangan) yaitu alat kohesi yang digunakan dengan mengulang sesuatu proposisi atau bagian dari proposisi. Reiterasi itu meliputi repetisi (ulangan) dan ulangan hiponim. Kedua, kolokasi kata yang menunjukan adanya hubungan kedekatan tempat (lokasi). Berikut ini dibahas secara garis besar mengenai alat kohesi leksikal.

3.1         Reiterasi (Pengulangan)
Reiterasi (pengulangan) merupakan cara untuk menciptakan hubungan yang kohesif. Jenis-jenis reiterasi itu meliputi berikut ini.

3.1.1        Repetisi/ Ulangan Penuh
Ulangan penuh berarti mengulang satu fungsi dalam kalimat secara penuh, tanpa pengurangan atau perubahan bentuk. Pengulangan ini dapat berfungsi untuk memberi tekanan pada bagian yang diulang. Pada umumnya bagian yang diulang merupakan kata kunci yang diberi penekanan. Coba perhatikan contoh berikut.
7) Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Berfilsafat berarti berendah hati bahwa tidak semuanya akan



7
pernah kita ketehaui dalam kesemestaan yang seakan tidak terbatas ini.
Pada contoh diatas, kata berfilsafat diulang secara penuh pada kalimat berikutnya.

3.1.2        Ulanagan dalam Bentuk Lain
Ulanagan dengan bentuk lain terjadi bila sebuah kata diulang dengan konstruksi atau bentuk kata lain yang masih mempunyai bentuk dasar yang sama. Perhatikan contoh berikut.
8) Pengetahuan dimulai dengan rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan cara ragu-ragu dan filsafat dimulai dengan kedua-duanya. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah kita tahu dan apa yang belum kita tahu.
Kata filsafat pada cotoh di atas, termasuk kata benda. Kata itu diulang dengan konstruksi berfilsafat. Kata berfilsafat termasuk kata kerja.

3.1.3        Ulangan dengan Penggantian Penuh
Ulangan dengan penggantian sama dengan penggunaan kata ganti (substitusi). Untuk menghubungkan kalimat dapat dilakukan dengan mengulang bagian kalimat. Namun, pengulang itu dapat dilakukan dengan mengganti bentuk lain seperti dengan kata ganti, contoh:
9) Lulusan IPA merasa lebih tinggi dari lulusan IPS, atau lebih sedih lagi seorang ilmuan memandang rendah kepada pengetahuan lain. Mereka meremehkan moral, agama, dan nilai estetika.
            Pada contoh diatas terdapat pengulangan sebagian kalimat. Lulusan IPA dan ilmuan diulang dengan menggunakan kata ganti jamak mereka. Pengulangan sebagian proposisi dengan mengguanakan kata ganti ini dapat termasuk ulangan atau repetisi dilihat dari proses pengulangannya. Namun, apabila dilihat dari proses penggantiannya, hal tersebut termasuk alat penggantian atau substitusi.

3.1.4    Ulangan dengan Hiponim
Dalam kehidupan sehari-hari telah dikenal atau kata superodinat yang mempunyai beberapa subordinat. Pengulangan yang terjadi pada kata subordinat disebut ulangan



8
dengan hiponim. Lihat contoh berikut.
     10) Para penderita parkoinson memperlihatkan kemelaratan gerakan, kelakuan, dan tindakan tidak terkendali. Mereka sukar sekali memulai suatu gerakan. Gerak jalan yang laju terus itu dikenal sebagai propulasi. Pada ekspresi verbalnya manifestasi khas ini tercermin pula. Artikulasi sangat terganggu karena otot lidah, otot wajah, dan pita suara sebagian lenyap.
Pada contoh di atas terdapat pengulangan dengan hiponim. Klausa gerak jalan yang laju terus merupakan pengulangan hiponim frase gerakan tak terkendali. Ulangan itu hanya sebagian dari cakupan superordinatnya.

3.2         Kolokasi
Sesuatu hal yang selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain biasanya diasosiasikan sebagai satu kesatuan. Seperti ikan dan air sering diasosiasikan membentuk satu kesatuan. Kalau ada ikan, selalu ada air. Kalau keadaanya begitu, maka secara psikologis akan ditarik suatu kesimpulan kolokasi. Coba perhatikan contoh berikut.
11) Sifat terbuka atau demokratis dari pancasila sebagai ideologi pertama-tama dapat kita lihat dari proses kelahirannya. Sebagaimana diketahui rumusan Pancasila dan UUD 1945 sebagai ideologi dan konstutisi bersama kita itu lahir melalui proses musyawarah-mufakat yang bersuara terbuka dan demokratis.
          Bagi bangsa Indonesia, pancasila dan UUD 1945 merupakan dua hal yang selalu ada berdampingan. Dalam berbagai pembahasan di buku-buku , pembahasan pancasila tentu  tidak dapat dipisahkan dengan pembahasan UUD 1945. Pada contoh (10) di atas, pengulangan diikuti dengan penyajian kata yang menunjukan kolokasi. Hadirnya kata UUD 1945 pada contoh di atas tidak menimbulkan suatu penyimpangan proposisi, karena keduanya menunjukan kolokasi.

         




9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
        
kohesi tidak datang dengan sendirinya, tetapi diciptakan secara formal oleh alat bahasa yang disebut pemarkah kohesi, misalnya kata ganti, kata tunjuk, kata sambung, dan kata yang diulang. Pemarkah kohesi yang digunakan secara tepat menghasilkan kohesi leksikal dan kohesi gramatikal. Kohesi leksikal adalah hubungan semantis antar unsur pembentuk wacana dengan memanfaatkan unsur leksikal atau kata yang dapat diwujudkan dengan reiterasi dan kolokasi.























10
DAFTAR PUSTAKA

Suhendra. 2006. Teori Wacana Bahasa Indonesia.Bogor: Fkip Universitas Pakuan
H.M. Junaiyah dan Arifin. Zaenal. E. Keutuhan Wacana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar dan saran anda ♡